May 19, 2016

MAKALAH SULOSIO PLASENTA, PLASENTA PREVIA & RETENSIO PLASENTA, PREEKLAMSI & EKLAMSI, IUFD, GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH, KPD



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
BAB II ISI...............................................................................................................9
A.       SOLUSIO PLASENTA...............................................................................9
B.       PLASENTA PREVIA...............................................................................24
C.       RETENSIO PLASENTA...........................................................................39
D.       PREEKLAMSIA & EKLAMSI.................................................................43
E.        IUFD..........................................................................................................56
F.        GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH....................................................69
G.       KETUBAN PECAH DINI........................................................................76
BAB III PENUTUP
A.    KESIMPULAN .........................................................................................83
B.     SARAN......................................................................................................86















KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul SOLUSIO PLASENTA, PLASENTA PREVIA, RETENSIO PLASENTA, PREEKLAMSIA & EKLAMSI, IUFD, GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH SERTA KETUBAN PECAH DINI.

Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan karena masih dangkalnya pengetahuan penulis. Namun berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyajian dan penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis menerima kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan untuk masa yang akan datang.
Akhirnya dengan penuh harapan dan mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, 21 April 2016



Penulis            
















BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

          Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternalplasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelumwaktunya yakni sebelum anak lahir. Di berbagai literatur disebutkan bahwa risiko mengalamisolusio plasenta meningkat dengan bertambahnya usia. Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yangmemberikan kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Terdapatfaktor-faktor lain yang ikut memegang peranan penting yaitu kekurangan gizi, anemia,paritas tinggi, dan usia lanjut pada ibu hamil. Di negara yang sedang berkembang penyebabkematian yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, nifas atau penangannya(direct obstetric death) adalah perdarahan, infeksi, preeklamsi/eklamsi. Selain itu kematianmaternal juga dipengaruhi faktor-faktor reproduksi, pelayanan kesehatan, dan sosioekonomi.Salah satu faktor reproduksi ialah ibu hamil dan paritas
Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia placenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu kejanin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada / tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak pemandangan yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan demikian seringkali perkiraan jumlah, darah yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular menahun, 15,5% disertai pula oleh pre eklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu. Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit menegakkan diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus solusio plasenta didiagnosis dengan persalinan prematur idopatik, sampai kemudian terjadi gawat janin, perdrhan hebat, kontraksi uterus yang hebat, hipertomi uterus yang menetap. Gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai gejala tunggal tetapi lebih sering berupa gejala kombinasi. Solusio plasenta merupakan penyakit kehamilan yang relatif umum dan dapat secara serius membahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang pernah mengalami solusio plasenta, mempunyai resiko yang lebih tinggi mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Solusio plasenta juga cenderung menjadikan morbiditas dan bahkan mortabilitas pada janin dan bayi baru lahir.

Plasenta atau ari-ari ini merupakan organ manusia yang berfungsi sebagai media nutrisi untuk embrio yang ada dalam kandungan. Umumnya placenta terbentuk lengkap pada kehamilan < 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri.
Letak placenta umumnya di depan/di belakang dinding uterus, agak ke atas kearah fundus uteri. Karena alasan fisiologis, permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplementasi.
Pada awal kehamilan, plasenta mulai terbentuk, berbentuk bundar, berupa organ datar yang bertanggung jawab menyediakan oksigen dan nutrisi untuk pertumbuhan bayi dan membuang produk sampah dari darah bayi. Plasenta melekat pada dinding uterus dan pada tali pusat bayi, yang membentuk hubungan penting antara ibu dan bayi.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi atau tertanam pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium utri internum. Angka kejadian plasenta previa adala 0,4 -0,6 % dari keseluruhan persalinan

Perdarahan dalam bidang obstetri dan ginekologi hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika komponennya tidak dapat segera dilakukan. Oleh karena itu, setiap Perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius.
Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.
Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, retensio plasenta,rest plasenta dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri.
Pendarahan yang disebabkan oleh retensio dan rest plasenta dapat terjadi karena plasenta yang  tidak lahir setelah 30 menit setelah bayi lahir dan atau plasenta belum lahir sebagian .

Angka kematian ibu di indonesia masih cukup tinggi. salah satu penyebab utama tinggi angka kematian ibu ini adalah pre-eklamsia / eklampsia. Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan terutama pada kehamilan pertama, kehamilan kembar dan wanita yang berusia diatas usia 35 tahun. Selama kehamilan, tanda-tanda pre-eklampsia ini harus dipantau terlebih pada wanita yang berisiko terjadi pre-eklampsia pada kehamilannya ini. Tanda khas pre-eklampsia ini adalah tekanan darah tinggi, ditemukan protein dalam urine dan oedema. Adapun gejala-gejala yang juga harus diketahui yaitu kenaikan BB berlebihan, nyeri kepala yang hebat, muntah, gangguan penglihatan. Jika tanda-tanda tersebut terlambat dideteksi maka akan semakin parah dan keadaan paling berat ini akan kejang, pasien yang akan mengalami kehilangan kesadaran, bahkan sampai pada kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati dan pendarahan otak
Usia sebaga salah satu faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia dapat menimbulkan kematian maternal. Wanita hamil diatas usia 35 tahun mengakat 3 kali lipat terjadinya pre-eklampsia. Jika tidak terdeteksi secara dini tentu kasus pre-eklampsia ini akan berubah menjadi eklampsia yang harus mempunyai penanganan yang lebih khusus
Untuk mengatasi salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu adalah pelayanan kesehatan prenatal yang baik dan tidak boleh menganggap remeh jika menemukan salah satu tanda dari pre-eklampsia.
Jika kasus pre-eklampsia ini menjadi semakin berat dan tidak segera ditangani lamanya akan berakibat buruk kondisi ibu dan janin, bahkan akan berakibatkan kematian ibu dan janin.

Kematian bayi dalam kandungan (Intra Uterine Fetal Death) dapat dikarenakan berbagai hal seperti terkena lilitan tali pusat, pendarahan serta akibat tekanan darah tinggi  ibu yang mengandung. Kematian janin dalam kandungan dapat dicegah dengan cara memeriksakan kandungan secara teratur ke dokter. Kalaupun terjadi kelainan pada masa kehamilan, bisa ditanggulangi sedini mungkin.
     Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum dan sekuelenya. Walaupun angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-negara berkembang, perdarahan post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal terbanyak dimana-mana.
     Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di Amerika Serikat diperkirakan 7 – 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik nasional Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan post partum. Di negara industri, perdarahan post partum biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas penyebab kematian maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi. Di beberapa negara berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup, dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap tahunnya.
     Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50 – 60 %), sisa plasenta (23 – 24 %), retensio plasenta (16 – 17 %), laserasi jalan lahir (4 – 5 %), kelainan darah (0,5 – 0,8 %).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Ketuban pecah dini merupakan suatu masalah yang harus mendapatkan penanganan yang sesuai dengan prosedur agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan. Penanganan segera pada ketuban pecah dini yaitu dengan pemberian antibiotik dan segera lakukan induksi persalinan jika umur kehamilan sudah aterm tapi jika belum aterm (prematur) pertahankan. Asuhan ini dilaksanakan dengan tujuan agar janin dan ibu bisa menjalani proses persalinan dengan normal dan tanpa adanya komplikasi. Pada proses persalinan ini membutuhkan asuhan yang optimal dan dukungan dari semua pihak khususnya keluarga dan penolong yang terampil agar proses persalinan berjalan dengan lancar, bayi dan ibu sehat sehingga dapat menurunkan adanya morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.










BAB II
ISI
Solusio Plasenta

     Suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas sebagian atau seluruhnya sebeluym janin lahir, biasanya dihitung sejak usia kehamilan lebih dari 28 minggu.Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebeum janin lahir.Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga, walaupun dapat pula terjadi setiap saat dalam kehamilan. Apabila terjadi pada kehamilan sebelum 20 minggu, mungkin akan dibuat diagnosis abortus imminens. Plasenta dapat terlepas seluruhnya (solusio plasenta totalis), atau  plasenta terlepas sebagian ( solusio plasenta paralisis ) atau sebagian pinggir plasenta   ( rupture sinus marginalis).
Gb. SOLUSIO PLASENTA 
Pendarahan yang terjadi karena lepasnya plasenta dapat menyeludup keluar; atautersembunyi dibelakang plasenta yaitu pada solisio plasenta dengan pendarahan keluar; atau tersembunyi dibelakang plasenta yaitu pada solusio plasenta dengan pendarahan tersembunyi atau kedua – duanya; atau penarahannya menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban.
     Pada soluio plasenta darah dari tempat pelepasan, mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding Rahim dan akhirnya keluar dari serviks ; terjadilah pendarahan yang keluar atau pendarahan tampak. Kadang – kadang darah tidak keluar lagi tapi terkumpul dibelakang placenta membentuk hematom retroplacentaliar.Pendarahan semacam ini disebut pendarahan kedalam atau pendarahan tersembunyi.Kadang darah masuk ke dalam cairan amnion, sehingga pendarahan tetap tersembunyi.Solusio plecenta dengan pendarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas dan pada umumnya lebih berbahaya dari pada solusio placenta dengan pendarahan keluar.
     Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam (1) solusio plasenta ringan ; (2) solusio plasenta sedang ; (3) solusio plasenta berat. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda – tanda kliniknya; hal ini sesuai dengan derajat terlepasnya plasenta.
     Perbedaaan solusio plasenta dengan pendarahan tersembunyi dan dengan pendarahan keluar :
Dengan pendarahan tersembunyi
Dengan pendarahan keluar
Lepasnya plasenta lebih komplit
Biasanya inkomplit
Sering disertai toxaemia
Jarang disertai toxaemia
Hanya merupakan 20% dari solusio plasenta
Merupakan 80% dari solusio plasenta

     Batasan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi normal pada kehamilan trimester tiga.Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan akumulasi darah antara plasenta dan dinding Rahim yang dapat menimbulkan gangguan – penyulit terhadap ibu maupun janin.
Penyulit terhadap ibu dapat dalam bentuk :
1.     Berkurangnya darah dalam sirkulasi darah umum
2.     Terjadinya penurunan tekanan darah, peningkatan nadi dan pernafasan
3.     Penderita tampak anemis
4.    Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah, karena terjadi pembekuan intravaskuler yang diikuti hemolysis darah sehingga fibrinogen semakin berkurang dan memudahkan terjadinya pendarahan
5.    Setelah persalinan dpat menimbulkan pendarahan postpartum karena atonia uteri dan gangguan pembekuan darah
6.    Menimbulkan gangguan fungsi ginjal dan terjadi emboli yang menimbulkan komplikasi sekunder
7.    Peningkatan akumulasi darah dibelakang plasenta dapat menyebabkan rahim yang keras, padat dan kaku
8.    Penyulit terhadap janin dalam Rahim, bergantung pada luas plasenta yang lepas dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai kematian janin dalam Rahim.
B.Klasifikasi
  Solusio plasenta menurut derajat lepasnya plasenta dibagi menjadi :
Ø  Solusio plasenta lateralis atau parsialis
Bila hanya sebagian dari plasenta yang terlepas dari tempat perlekatannya
Ø  Solusio plasenta totalis
Bila seluruh bagian plasenta sudah terlepas dari perlekatannya
Ø  Prolapsus plasenta
Kadang-kadang plasenta ini turun kebawah dan teraba pada pemeriksaan dalam

C.    Frekuensi
       Solusio plasenta terjadi kira – kira 1 diantara 50 persalinan. Di rumah sakit Dr. Cpto Mangunkusumo antara tahun 1968 – 1971 solusio plasenta terjadi kira – kira 2,1 % dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang, 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosisis, mungkin Karenna penderita selalu datang terlambat datang kerumah sakit; atau, tanda – tanda dan gejalanya terlampaui ringan, sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya.

D.    Etiologi
       Etiologi solusio plasenta hingga kini belum diketahui dengan jelas, namun beberapa keadaan tertentu dapat menyertainya, seperti umur ibu yang tua, mutiparas, penyakit hipertensi menahun, pre-eklamsia, trauma, tali pusat yang pendek, tekanan pada vena cava inferior, dan defisiensi asam folik.
       Pengalaman dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa kejadian solusio plasenta meningkat dengan meningkatnya umur dan paritas ibu. Ha ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi penyakit hipertensi menahun. Demikian pula, makin tinggi paritas ibu, makin kurang baik endometriumnya.
       Walaupun pernah dilaporkan tali pusat yang pendek, tekanan pada vena kava inferior oleh uterus yang membesar, dan defisiensi asam folik dapat merupakan etiologi solusio plasenta, akan tetapi penyidik lain tidak dapat membuktikannya.
Patologi
       Pendarahan yang terjadi dari pembuluh darahplasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta mendesak dan akhirnya terlepas. Apabila pendarahan sedikit, hematoma yang kecil tu hanya akan mendesak jaringan plasenta, pendarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Ejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapati cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehtam – hitaman.
       Biasanya pendarahan akan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kahamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan pendarahannya.  Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasnta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyeludup dibawah selaput ketuban keluar dari vagina; atau menembus selaput ketuban masuk kedalam kantong ketuban; atau mengadakan ekstravasasi antara serabut – serabt otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbecak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya. Uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan myometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana – mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya diuterusm akan tetapi juga pada alat – alat tubuh lainnya. Perfungsi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuriaakan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.
       Nasib janin tergantung pada luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, aniksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, munkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatkan gawat janin.
       Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin.Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta sampai persalinan selesai, makin hebat umumnya komplikasi.


E.    Tanda dan Gejala
Ø  Pendarahan yang disertai nyeri, juga diluar his
Ø  Anemi dan shock, beratnya anaemi dan shock sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar
Ø  Rahim keras seperti papan dan nyeri ang dipegang karena diatas Rahim bertambah dengan darah yang terumpul dibelakang plasenta hingga Rahim tegang ( uterus en bois )
Ø  Palpasi sukar karena Rahim keras
Ø  Fundus uteri makin ama makin naik
Ø  Bunyi jantung biasanya tidak ada
Ø  Pada toucher teraba ketuban yang tegag terus menerus ( karena isi Rahim bertambah)
Ø  Sering ada proteinuria karena disertai taxaemia
       Perbedaan antara solusio plasenta dan plasenta previa:
Solusio Plasenta
Plasenta Previa
Pendarahan dengan nyeri
Pendarahan tanpa nyeri
Pendarahan segera disusul dengan partus
Pedarahan berulang – ulang sebelum partus
Pendarahan keluar hanya sedikit
Pendarahan keluar banyak
Palpasi sukar
Bagian depan tinggi
Bunyi jantung anak biasanya tidak ada
Biasanya ada
Pada toucher tidak teraba plasenta tapi ketuban yang terus menerus tegang
Teraba bagian plasenta
Ada impressi pada jaringan plasenta karena hematom
Robekan selapot marginal

F.     Komplikasi
       Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung.Komplikasi yang dapat terjadi ialah pendarahan, kelaina pembekuan darah, oliguria, gawat janin sampai kematian.Pada solusio plasenta yang berat semua kompilasi ini dapat terjadi sekaligus dalam waktu singkat, sedangkan pada solusio plasenta sedang apalagi yang ringan, terjadinya satu per satu dan perlahan – lahan.
1.     Pendarahan
       Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hamper tidak dapat dicegah, keculai dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya pendarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan pendarahan pada kala III, dan kelainan pembekuan darah.
       Kontraksi uerus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ektravesasi darah diantara otot – otot myometrium, seperti yang terjadi pada uterus Couvelaire.Apabila pendarahan postpartum tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus, pemberian uteritonika, maupun pengobatan kelainan pebekuan darah, maka tindakan terakhir untuk mengatasi pendarahan postpartum itu ialah histeroktomi atau pengikatan ateria hipogastrika.
2.     Kelainan pembekuan darah
       Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira – kira 10%. Terjadinya hipofebrinnogenemi diterangkan oleh Page ( 1951 ), dan Schneider ( 1955 ) dengan masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter, sehingga terjadi pembekuan darah diintravaskuler dimana – mana, yang akan menghabiskan faktor – faktor pembekuan darah lainnya, terutama fibrinogen. Selain keterangan yang sederhana ini, masih terdapat banyak keterangan lain yang lebih rumit.
       Kadar fibrinogen plasa normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450mg%, brkisar antara 300-700mg%.apabila kadar fibrinogen leih rendah dari 100mg%, akan terjadi gangguan pembekuan darah.
3.     Oliguria
       Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita biasanya masih baik.Oleh karena itu, oliguria hanya dapatdiketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta sedang, dan solusio plasenta berat, apalagi yang disertai pendarahan tersembunyi, pre-eklamsia, atau hipertensi menahun.Terjadinya oliguria belum dapat diterangkan dengan jelas.Sangat mungkin berhubungan dengan hipovolemi, dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat pendarahan yang banyak. Ada pula yang menerangkan bahwa tekanan intrauterine yang meninggi karena solusio plasenta menimbulkan reflex penyempitan pembuluh darah yang meninggi karena solusio plasenta menimbulkan reflex penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah berperanan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.
4.     Gawat janin
       Jarang kasus solusio plasenta yang datang ke rumah sakit dengan janin yang masih hidup.Kalaupun didapatkan janin masih hidup, biasanya kedaannya sudah semakin gawat, kecuali pada kasus solusio plasenta ringan.
Solusio Plasenta ringan.Pendarahan antepartum sedikit, dengan uterus yang tidak tegang, pertama kali harus ditangani sebagai kasus plasenta previa.Apabila kemudian ternyata kemungkinan plasenta previa dapat disingkirkan, barulah ditangani sebagai solusio plasenta.
       Apabila kehamilan kurang dari 36 minggu, dan pendarahannya kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, dan uterusnya tidak menjadi tenang, kiranya penderita dapat dirawat konservatif dirumah sait dengan observasi ketat. Apabila pendarahan berlangsung terus, dan gejalan solusio plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan ultrasonografik daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi.Apabila janin hidup, lakukan seksio sesaria; apabila janin mati ketuban segera dipecahkan disusul dengan pemberian oksitosin untuk mempercepat persalinan.
       Solusio plasenta sedang dan berat. Apabila tanda dan gejala klinik solusio plasenta jelas dapat dtemukan, penanganannya dirumah sakit meliputi :
a.       Transfuse darah
b.      Pemecahan ketuban
c.       Infus oksitosin
d.       Jika perlu, seksio sesaria
       Apabila diagnosis linik solusio plasenta dapat ditegakkan, itu berarti pendarahan terjadi sekurang – kurangnya 1000ml. dengan demikian, transfuse darah harus segera diberikan, tidak peduli bagaimana keadaan umum penderita waktu itu. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya pendarahan karena vasospasmus sebagai reaksi dari pendarahan ini akan meninggikan tekanan darah. Petunjuk yang paling tepat untuk memberikan transfuse dara secukupnya ialah dengan mengukur tekanan vena pusat ( CPV atau central venous pressure ).
Perbandingan gejala klinis dari berbagai kehilangan darah pada Solusio Plasenta

       G.   Diagnosis dan gambaran klinis
Gambaran klinis solusio plasenta bergantung pada seberapa bagian plasenta yang terlepas.
1.     Solusio plasenta ringan
a.      Terlepasnya plasenta kurang dari ¼ luasnya
b.     Tidak memberikan gejala klinik dan ditemukan setelah persalinan
c.      Keadaan umum ibu dan janin tidak mengalami gangguan
d.     Persainan berjalan lancer pervagina
2.     Solusio Plasenta sedang
a.      Terlepasnya plasenta lebih dari ¼ tetapi belum mencapai 2/3 bagian
b.     Apat menimbulkan gejala klinis: pendarahan dengan rasa sakit, perut terasa tegang, gerakan janin berkurang, palpasi bagian janin sulit diraba, auskultasi jantung janin dapat menjadi asfiksia ringan dan sedang pada pemeriksaan dalam ketuban menonjol, dapat terjadi gangguan pembekuan darah.
3.     Solusio plasenta berat
a.      Lepasnya plasenta lebih dari 2/3 bagian
b.     Terjadi pendarahan disertai rasa nyeri
c.      Penyulit pada ibu :
·         Terjadi shock dengan tekanan darah menurun, nadi dan pernafasan meningkat
·         Dapat terjadi gangguan pembekuan darah
·         Pada penderita dijumpai turunnya tekanan darah sampai syok, tidak sesuai dengan pendarahan dan penderita tampak anemis
·         Pemeriksaan abdomen tegang, bagian janin sulit teraba; dinding perut terasa sakit; dan janin telah meninggal didalam Rahim
·         Pemeriksaan dalam ketuban tegang dan menonjol
·         Psolusio plasenta berat dengan Cauvelaire uterus terjadi gangguan kontraksi dan atonia uteri.
·          
       Diagnosis
       Diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan dengan melakukan :
1.     Anamnesa
Terdapat pendarahan disertai rasa nyeri, terjadi spontan atau karena trauma, perut teasa nyeri diikuti penurunan sampai terhentinya gerakan janin dalam Rahim.
2.     Pemeriksaan
a.      Pemeriksaan fisik umum
Keadaan umum penderita tidak sesuai dengan jumlah pendarahan, tekanan darah menurun, nadi dan pernafasan meningkat, penderita tampak anemis
b.     Pemeriksaan khusus
Palpasi abdomen ( perut tegang terus menerus, terasa nyeri saat dipalpasi, bagian janin sukar dientukan ), auskutasi ( DJJ bervariasi dan asfiksia ringan sampai berat), pemeriksaan dalam ( terdapat pembukaan, ketuban tegang dan menonjol).
3.     Pemeriksaan penunjang
Dengan USG, dijumpai pendarahan antara plasenta dan dinding abdomen.


Solusio plasenta
Plasenta previa
Kejadian
Hamil tua
In partu
Hamil tua
Anamnesis
Medadak
Terdapat trauma
Pendarahan dengan nyeri
Perlahan tanpa disadari
Tanpa trauma
Pendarahan tanpa nyeri
Keadaan umum
Tidak sesuai dengan pendarahan
Anamnesis, tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan tidak sesuai dengan pendarahan
Disertai pre – eklamsia / eklamsia
Sesuai dengan pendarahan yang tampak


Tidak ada
Palpasi abdomen
Tegang, nyeri
Bagian janin sulit diraba
Lembek – tanpa rasa nyeri
Bagian janin muda teraba
Denyut jantung janin
Asfiksia sampai mati bergantung pada lepasnya plasenta
Asfiksia
Meninggal bila Hb <5g%
Pemeriksaan dalam
Ketuban tegang menonjol
Jaringan plasenta


H.     Penatalaksanaan solusio plasenta
Solusio plasenta ringan.Pasa solusio plasentaringan dengan tanda perut tegang sedikit, pendarahan tidak terlalu banyak, keadaan janin masih baik, dapat dilakukan penanganan secara konservatif.Bila pendarahan berlangsung terus, ketegangan makin meningkat, dengan janin yang masih baik dilakukan seksio sesaria.Penanganan pendarahan yang berhenti dan keadaan yang baik pada kehamilan premature dilakukan dirumah sakit.
Solusio plasenta tingkat sedang dan berat.penanganan dilakukan dirumah sakit karena dapat membahayakan jiwa penderita. Tatalaksananya adalah pemasangan infus dan transfuse darah, memecahkan ketuban, induksi persalinan atau seksio sesaria. Oleh karena itu, penanganan solusio plasenta sedang dan berat harus dilakukan dirumah sakit dengan fasilitas yang mencukupi.
Bidan merupakan tenaga andalan masyarakat untuk dapat memberikan pertolongan kebidanan, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal.Dalam menghadapi pendarahan pada kehamilan, sikap bidan yang paling utama adalah melakukan rujukan ke rumah sakit.
Dalam melakukan rujukan diberikan pertolongan darurat :
·         Pemasangan infus
·         Tanpa melakukan pemeriksaan dalam
·         Diantar petugas yang dapat memberikan pertolongan
·         Mempersiapkan donor dari masyarakat atau keluarganya
·         Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk memberikan pertolongan pertama.













PLASENTA PREVIA

Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim. (Cunningham, 2006).
Plasenta Previa adalah plasenta berimplantasi, baik  parsial atau total pada sekmen bawah uteri dan terletak di bawah (previa) bagian presentasi bawah janin .(Lewellyn, 2001)
Plasenta previa plasenta yang letaknya apnormal, pada sekme uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pada jalanlahir (Mansjoer, 2001).
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (FKUI, 2000).

Gb. Plasenta Previa

Etiologi
Penyebab plasenta previa belum diketahui dengan pasti, namun bermacam-macam teori dan faktor-faktor dikemukakan sebagai etiologi.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa :
a.       Umur penderita
Umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
b.      Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena endometrium belum sempat tumbuh.
c.       Endometrium yang cacat
·      Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek.
·      Bekas operasi, bekas kuretase atau plasentamanual.
·      Pertumbuhan  tumor endometrium seperti pada mioma uteri atau polip endometrium.
·      Gestasi ganda.
·      Endometriosis puerperal.
      d.      Hipoplasia endometrium
Bila kawin dan hamil pada umur muda

Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah mencakup :
a.       Perdarahan (hemorrhaging).
b.      Usia lebih dari 35 tahun.
c.       Multiparitas.
d.      Pengobatan infertilitas.
e.       Multiple gestation.
f.       Erythroblastosis.
g.      Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya.
h.      Keguguran berulang.
i.        Status sosial ekonomi yang rendah.
j.        Jarak antar kehamilan yang pendek.
k.      Merokok.

Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekas operasi rahim (bekas cesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksi rahim (radang panggul), kehamilan ganda, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim.
            Sedangkan menurut Kloosterman(1973), Plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat dengan jelas diterangkan. Vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atropi akibat persalinan yang lalu dapat menyebabkan plasenta previa, tidak selalu benar. Memang apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar maka plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluas permukaannya sehingga mendekati atau menutupi pembukaan jalan lahir. Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun . Pada grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun.

Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Menurut Mochtar (1998), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat mengakibatkan terjadinya plasenta previa adalah :
a.       Melebarnya pertumbuhan plasenta :
1)      Kehamilan kembar (gamelli).
2)      Tumbuh kembang plasenta tipis.
b.      Kurang suburnya endometrium :
1)      Malnutrisi ibu hamil.
2)      Melebarnya plasenta karena gamelli.
3)      Bekas seksio sesarea.
4)      Sering dijumpai pada grandemultipara.
      c       Terlambat implantasi :
1)      Endometrium fundus kurang subur.
2)        Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula yang siap untuk nidasi.

Patofisologi
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.
Plasenta previa adalah implantasi plasenta bawah rahim sehingga menutupi kanalis servikalis dan mengganggu proses persalinan dengan terjadinya perdarahan. Zigot yang tertanam  sangat rendah dalam kavum uteri, akan membentuk  plasenta yang pada awal mulanya sangat berdekatan dengan ostimintenum. Plaseta yang letaknya demikian akan diam di tempatnya sehingga terjadi  plasenta previa
Penurunan kepala janin yang mengakibatkan tertekannya plasenta (apabila plasenta tumbuh di segmen bawah rahim ). Pelebaran pada segmen bawah uterus dan pembukaan  serviks akan menyebabkan bagian plasenta yang di atas atau dekat ostium  akan terlepas dari dinding uterus. Segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan pada trimester III. Perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus berkontraksi seperti pada plasenta letak normal. ( Doengoes, 2000 ).

Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu  atau derajat abnormalitas tertentu :


1.      Placenta previa totalis
Bila plasenta menutupi ostium internum servisis seluruh pembukaan jalan lahir. Pada posisi ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan per-vaginam (normal/spontan/biasa), karena risiko perdarahan sangat hebat.
2.      Placenta previa partialis
Bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi ostium internum pembukaan jalan lahir. Pada posisi inipun risiko perdarahan masih besar, dan biasanya tetap tidak dilahirkan melalui per-vaginam.
3.      Placenta previa marginalis
Bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Bisa dilahirkan per-vaginam tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4.      Low-lying placenta
(Plasenta letak rendah, lateralis placenta atau kadang disebut juga dangerous placenta). Yaitu posisi plasenta beberapa mm atau cm dari tepi jalan lahir sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir. Risiko perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan per-vaginam dengan aman, asal hati-hati.

Derajat plasenta previa akan tergantung kepada luasnya ukuran dilatasi serviks saat dilakukan pemeriksaan. Perlu ditegaskan bahwa palpasi digital untuk mencoba memastikan hubungan yang selalu berubah antara tepi plasenta dan ostium internum ketika serviks berdilatasi, dapat memicu terjadinya perdarahan hebat.

Tanda dan Gejala
Menurut FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa di antaranya adalah:
a. Pendarahan tanpa sebab dan tanpa rasa nyeri dari biasanya serta berulang.
b. Darah biasanya berwarna merah segar.
c. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
d. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.
e. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
Menurut  Departemen Kesehatan RI (1996) :
Ø  Gejala Utama :
Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang berwarna merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri.
Ø  Gejala Klinik :
a.       Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi pertama kali biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi pada triwulan ketiga.
b.      Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh adanya rasa sakit.
c.       Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang.
d.      Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang terjadi letak janin lintang atau letak sungsang.
e.       Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan, sebagian besar kasus, janinnya masih hidup.

Perdarahan adalah gejala primer dari placenta previa dan terjadi pada mayoritas (70%-80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu ke 20 kehamilan adalah karakteristik dari placenta previa. Biasanya perdarahan tidak menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan nyeri perut. Perdarahan mungkin mencakup dalam keparahan dari ringan sampai parah.
Pemeriksaan ultrasound digunakan untuk menegakan diagnosis dari placenta previa. Evaluasi ultrasound transabdominal (menggunakan probe pada dinding perut) atau transvaginal (dengan probe yang dimasukan ke dalam vagina namun jauh dari mulut serviks) mungkin dilakukan, tergantung pada lokasi dari placenta. Adakalanya kedua tipe-tipe dari pemeriksaan ultrasound adalah perlu. Adalah penting bahwa pemeriksaan ultrasound dilakukan sebelum pemeriksaan fisik dari pelvis pada wanita-wanita dengan placenta previa yang dicurigai, karena pemeriksaan fisik pelvic mungkin menjurus pada perdarahan yang lebih jauh.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang keluar melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan kedua. Ibu dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna merah segar. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi tanpa faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena pembesaran dari rahim sehingga menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim. Koagulapati jarang terjadi pada plasenta previa. Jika didapatkan kecurigaan terjadinya plasenta previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan dalam vagina) oleh dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja operasi mengingat risiko perdarahan hebat yang mungkin terjadi.

Komplikasi
1.    Plasenta abruptio. Pemisahan plasenta dari dinding rahim.
2.   Perdarahan sebelum atau selama melahirkan yang dapat menyebabkan histerektomi (operasi pengangkatan rahim).
3.    Plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta.
4.    Prematur atau kelahiran bayi sebelum waktunya (< 37 minggu).
5.    Kecacatan pada bayi.

Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari adanya plasenta previa adalah sebagai berikut :
a.       Pada ibu dapat terjadi :
1)      Perdarahan hingga syok akibat perdarahan.
2)      Anemia karena perdarahan.
3)      Plasentitis
4)      Endometritis pasca persalinan
b.      Pada janin dapat terjadi :
1)      Persalinan premature.
2)      Asfiksia berat.

Prognosis
Perdarahan yang salah satunya disebabkan oleh plasenta previa, dapat menyebabkan kesakitan atau kematian baik pada ibu maupun pada janinnya. Faktor resiko yang juga penting dalam terjadinya plasenta previa adalah kehamilan setelah menjalani seksio sebelumnya, kejadian plasenta previa meningkat 1% pada kehamilan dengan riwayat seksio. Kematian ibu disebabkan karena perdarahan uterus atau karena DIC (Disseminated Intravascular Coagulopathy). Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu dapat disebabkan karena komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran kencing, pneumonia post operatif dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi cairan amnion (Hanafiah, 2004).
Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan insiden kelainan kongenital dan pertumbuhan janin terganggu sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat yang kurang dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita plasenta previa. Risiko kematian neonatal juga meningkat pada bayi dengan plasenta previa (Hanafiah, 2004).
Pemeriksaaan Penunjang dan Laboratorium
a.      USG : biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan congenital, letak dan derajat maturasi plasenta. Lokasi plasenta sangat penting karena hal ini berkaitan dengan teknik operasi yang akan dilakukan.
b.      Kardiotokografi (KTG) : dilakukan pada kehamilan > 28 minggu.
c.      Laboratorium : darah perifer lengkap. Bila akan dilakukan PDMO atau operasi, perlu diperiksa faktor waktu pembekuan darah, waktu perdarahan dan gula darah sewaktu.
d.     Sinar X : Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh janin.
e.      Pengkajian vaginal : Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
f.       Isotop Scanning : Atau lokasi penempatan placenta.
g.      Amniocentesis : Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.

Penatalaksanaan
a.       Penatalaksanaan Medis
          Episode pendarahan signifikan yang pertama biasanya terjadi di rumah pasien, dan biasanya tidak berat. Pasien harus dirawat di rumah sakit dan tidak dilakukan pemeriksaan vagina, karena akan mencetuskan perdarahan yang sangat berat. Di rumah sakit TTV pasien diperiksa, dinilai jumlah darah yang keluar, dan dilakukan close match. Kehilangan darah yang banyak memerlukan transfusi. Dilakukan palpasi abdomen untuk menentukan umur kehamilan janin, presentasi, dan posisinya.
Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan segara setelah masuk, untuk mengkonfirmasi diagnosis Penatalaksanaan selajutnya tergantung pada perdarahan dan umur kehamilan janin. Dalam kasus perdarahan hebat, diperlukan tindakan darurat untuk melahirkan bayi (dan plasenta) tanpa memperhitungkan umur kehamilan janin. Jika perdarahan tidak hebat, perawatan kehamilan dapat dibenarkan jika umur kehamilan janin kurang dari 36 minggu. Karena perdarahan ini cenderung berulang, ibu harus tetap dirawat di RS. Episode perdarahan berat mungkin mengharuskan pengeluaran janin darurat, namum pada kebanyakan kasus kehamilan dapat dilanjutkan hingga 36 minggu, kemudian pilihan melahirkan bergantung pada apakah derajat plasenta previanya minor atau mayor. Wanita yang memiliki derajat plasenta previa minor dapat memilih menunggu kelahiran sampai term atau dengan induksi persalinan, asalkan kondisinya sesuai. Plasenta previa derajat mayor ditangani dengan seksio seksarae pada waktu yang ditentukan oleh pasien atau dokter, meskipun biasanya dilakukan sebelum tanggal yang disepakati, karena perdarahan berat dapat terjadi setiap saat.
Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu :
a.       Kaji kondisi fisik klien.
b.      Menganjurkan klien untuk tidak coitus.
c.       Menganjurkan klien istirahat.
d.      Mengobservasi perdarahan.
e.       Memeriksa tanda vital.
f.       Memeriksa kadar Hb.
g.      Berikan cairan pengganti intravena RL.
h.      Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih premature.
i.        Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur kehamilan < 37 minggu.

b.      Penanganan konservatif bila :
1.    Kehamilan kurang 37 minggu.
2.    Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
3.    Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh perjalanan selama 15 menit).

c.       Penanganan konservatif berupa :
1.      Istirahat.
2.      Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
3.      Memberikan antibiotik bila ada indikasii.
4.      Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.

            Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.

d.      Penanganan aktif bila :
1.      Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
2.      Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
3.      Anak mati.

e.       Penanganan aktif berupa :
1.      Persalinan per vaginam.
2.      Persalinan per abdominal.

                   Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan :
a.       Plasenta previa marginalis.
b.      Plasenta previa letak rendah.
c.      Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.

f.       Penanganan (pasif)
1.      Tiap perdarahan triwulan  III  yang lebih dari show harus segera dikirim ke Rumah sakit tanpa dilakukan suatu manipulasi/UT.
2.      Apabila  perdarahan  sedikit,  janin  masih  hidup,  belum  inpartus,  kehamilan  belum  cukup  37 minggu/berat  badan  janin  kurang  dari  2.500  gram  persalinan  dapat  ditunda  dengan  istirahat, obat-obatan; spasmolitik, progestin/progesterone, observasi teliti.
3.      Siapkan  darah  untuk  transfusi  darah,  kehamilan  dipertahankan  setua  mungkin  supaya  tidak prematur.
4.      Bila ada anemia; transfusi dan obat-obatan penambah darah.

Penatalaksanaan kehamilan yang disertai komplikasi plasenta previa dan janin prematur tetapi tanpa perdarahan aktif, terdiri atas penundaan persalinan dengan menciptakan suasana yang memberikan keamanan sebesar-besarnya bagi ibu maupun janin. Perawatan di rumah sakit yang memungkinkan pengawasan ketat, pengurangan aktivitas fisik, penghindaran setiap manipulasi intravaginal dan tersedianya segera terapi yang tepat merupakan tindakan yang ideal. Terapi yang diberikan mencangkup infus larutan elektrolit, tranfusi darah, persalinan sesarea dan perawatan neonatus oleh ahlinya sejak saat dilahirkan.
Pada penundaan persalinan, salah satu keuntungan yang kadang kala dapat diperoleh meskipun relatif terjadi kemudian dalam kehamilan, adalah migrasi plasenta yang cukup jauh dari serviks, sehingga plasenta previa tidak lagi menjadi permasalahan utama. Arias (1988) melaporkan hasil-hasil yang luar biasa pada cerclage serviks yang dilakukan antara usia kehamilan 24 dan 30 minggu pada pasien perdarahan yang disebabkan oleh plasenta previa.
Prosedur yang dapat dilakukan untuk melahirkan janin bisa digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu persalinan sesarea atau per vaginam. Logika untuk melahirkan lewat bedah sesarea ada dua :
a.      Persalinan segera janin serta plasenta yang memungkinakan uterus untuk berkontraksi sehingga perdarahan berhenti
b.     Persalinan searea akan meniadakan kemungkinan terjadinya laserasi serviks yang merupakan komplikasi serius persalinan per vaginam pada plasenta previa totalis serta parsial.

Penatalaksanaan
Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke kiri, tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga perut (misal batuk, mengedan karena sulit buang air besar). Pasang infus NaCl fisiologis. Bila tidak memungkinkan, beri cairal peroral, pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan. Pantau pula BJJ dan pergerakan janin. Bila terjadi renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan transfusi darah bila tidak teratasi, upaya penyelamatan optimal, bila teratasi, perhatikan usia kehamilan.Penanganan di RS dilakukan berdasarkan usia kehamilan. Bila terdapat renjatan, usia gestasi kurang dari 37 minggu, taksiran Berat Janin kurang dari 2500g, maka :
a.       Bila perdarahan sedikit, rawat sampai usia kehamilan 37 minggu, lalu lakukan mobilisasi bertahap, beri kortikosteroid 12 mg IV/hari selama 3 hari.
b.      Bila perdarahan berulang, lakukan PDMO kolaborasi (Pemeriksaan Dalam Di atas Meja Operasi), bila ada kontraksi tangani seperti kehamilan preterm. Bila tidak ada renjatan usia gestasi 37 minggu atau lebih, taksiran berat janin 2500g atau lebih lakukan PDMO, bila ternyata plasenta previa lakukan persalinan perabdominam, bila bukan usahakan partus pervaginam.
Cara menyelesaikan persalinan dengan placenta previa adalah :
1.      Seksio Cesaria (SC)
Prinsip utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan hidup tindakan ini tetap dilakukan. Tujuan SC antara lain :
a. Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan.
b.Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada cervik uteri, jika janin dilahirkan pervaginam.

              Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga cervik uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi placenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
              Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan,   
infeksi, dan keseimbangan cairan dan elektrolit.

2.      Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada placenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a.       Amniotomi dan akselerasi Umumnya dilakukan pada placenta previa lateralis / marginalis dengan pembukaan > 3cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, placent akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah akselerasi dengan infus oksitosin.
b.      Versi Braxton Hicks Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade placenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
c.       Traksi dengan Cunam Willet Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian diberi beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan placentadan seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif.





















RETENSIO PLASENTA



o   Retensio Plasenta adalah plasenta yang belum lepas setelah bayi lahir, melebihi waktu    setengah jam (Manuaba, 2001: 432).
o   Retensio Plasenta ialah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga 30 menit atau lebih setelah bayi (Syaifudin AB, 2001).
o     Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir daam waktu 1 jam setelah bayi lahir (Rsustam Mochtar, 1998 : 299).


Gb. Retensio Plasenta



Etiologi 
Menurut Wiknjosastro (2007) sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2 golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
1.    Sebab fungsional 
a.       His yang kurang kuat (sebab utama)
b.      Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh : di sudut tuba)
c.       Ukuran plasenta terlalu kecil
d.      Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut 




2.  Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
  1. Plasenta akreta :  vili korialis menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding rahim dari pada biasa ialah sampai ke batas antara endometrium dan miometrium 
  2. Plasenta inkreta :  vili korialis masuk ke dalam lapisan otot rahim 
  3. Plasenta perkreta : vili korialis menembus lapisan otot dan mencapai  serosa atau menembusnya           
Pencegahan
Untuk mencagah retensio plasenta dapat disuntikkan 10 iu pitosin i.m segera setelah bayi lahir.

Akibat
Dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi placenta inkarserata, dapat terjadi polip placenta dan terjadi degenarasi ganas korio karsinoma.

Penanganan
a.  Sikap umum Bidan
1.      Memperhatikan k/u penderita
·         Apakah anemis
·         Bagaimana jumlah perdarahannya
·         TTV : TD, nadi dan suhu
·         Keadaan fundus uteri : kontraksi dan fundus uteri
2.      Mengetahui keadaan placenta
·         Apakah placenta ikarserata
·         Melakukan tes pelepasan placenta : metode kusnert, metode klein, metode strassman, metode manuaba
·         Memasang infus dan memberikan cairan pengganti
3.      Sikap khusus bidan
                1) Retensio placenta dengan perdarahan
                    Langsung melakukan placenta manual
                2) Retensio placenta tanpa perdarahan
·         Setelah dapat memastikan k/u penderita segera memasang infus dan memberikan cairan.
·         Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup untuk mendapatkan  penanganan lebih baik.
·         Memberikan tranfusi.
·         Proteksi dengan antibiotika.
·         Mempersiapkan placenta manual dengan legeartis dalam keadaan pengaruh narkosa.

4. Upaya preventif retensio placenta oleh bidan
·    Meningkatkan penerimaan keluarga berencana sehingga, memperkecil terjadi retensio placenta.
·    Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh nakes yang terlatih.
·         Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan massase dengan tujuan mempercepat proses persalinan placenta. 
·         Massase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan placenta. 

PLACENTA MANUAL
Placenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio placenta. Kejadian retensio placenta berkaitan dengan :
1.      Grandemulti para dengan implantasi dalam bentuk placenta adhesiva, placenta akreta, placenta perkreta.
2.      Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.

a.       Retensio placenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan :
·         Darah penderita terlalu banyak hilang
·         Keseimbangan baru terbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi.
·         Kemungkinan implantasi placenta terlalu dalam.

b.      Placenta manual dengan segera dilakukan :
·         Terdapat riwayat perdarahan post partum berulang
·         Terjadi perdarahan post partum melebihi 500 cc.
·         Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
·         Placenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.

PERSIAPAN PLACENTA MANUAL
·         Handscoon steril panjang
·         Desinfektan untuk genitalia eksterna

TEKHNIK
1. Sebaiknya dengan narkosa, untuk mengurangi sakit dan menghindari syok.
1.      Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna, tangan kanan dimasukkan secara obstetri sampai mencapai tepi placenta dengan menelusuri tali pusat.
2.      Tepi placenta dilepaskan dengan ulnar tangan kanan sedangkan tangan kiri menahan fundus uteri sehingga tidak terdorong ke atas.
3.      Setelah seluruh placenta dapat dilepaskan, maka tangan dikeluarkan bersama dengan placenta.
4.      Dilakukan eksplorasi untuk mencari sisa placenta atau membrannya.
5.      Kontraksi uterus ditimbulkan dengan memberikan uterotonika.
6.      Perdarahan di observasi.
KOMPLIKASI TINDAKAN PLACENTA MANUAL

Tindakan placenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
·         Terjadi perforasi uterus
·         Terjadi infeksi akibat terdapat sisa placenta atau membran dan bakteria terdorong ke  dalam rongga rahim
·         Terjadi perdarahan karena atonia uteri.

Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan :
·         Memberikan uterotonika intravena atau intramuskular
·         Memasang tamponade utero vaginal
·         Memberikan antibiotika
·         Memasang infus dan persiapan tranfusi darah.

ASUHAN KEBIDANAN PADA POST PLACENTA MANUAL

  1.  Observasi kontraksi uterus setiap 15 menit pada 1 jam pertama. Pada jam kedua  setiap 30  menit.
  2. Observasi TD dan nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama. Pada jam kedua setiap 30 menit. 
  3. Observasi suhu setiap 1 jam.
  4. Observasi TFU, UC dan kandung kemih setiap 15 menit pada 1 jam pertama. Pada jam kedua setiap 30 menit.
  5. Observasi perdarahan.
  6. Pemenuhan kebutuhan cairan dengan RL
  7. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
  8. Pemberian terapi obat terutama antibiotik , analgesik
  9. Pemberian tablet Fe
  10. Pemberian vit A








PRE EKLAMSI DAN EKLAMSI

Preeklamsia adalah sebuah komplikasi pada kehamilan yang ditandai dengan  tekanan darah tinggi (hipertensi) dan tanda-tanda kerusakan organ, misalnya kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh tingginya kadar protein pada urine (proteinuria).
Gejala preeklamsia biasanya muncul saat usia kehamilan memasuki minggu ke-20 atau lebih (paling umum usia kehamilan 24-26 minggu) sampai tak lama setelah bayi lahir. Preeklamsia yang tidak disadari oleh sang ibu hamil bisa berkembang menjadi eklamsia, kondisi medis serius yang mengancam keselamatan ibu hamil dan janinnya.
Preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan ( Manuaba,  1998 ).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).
Gb. Pre Eklamsi
Eklampsia berasal dari bahasa yunani dan berarti “Halilintar”. Kata tersebut dipakai karena seolah- olah gejala- gejala eklampsia timbul dengan tiba – tiba tanpa didahului oleh tanda – tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda – tanda pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejangan yang diikuti oleh koma. Tergantumg dari saat timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum, eklampsia parturientum dan eklampsia puerperale. Perlu dikemukakan bahwa pada eklampsia gravidarum sering kali persalinan mulai tidak lama kemudian.
Eklampsia adalah preaklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul bukan akibat dari kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 : 310 ; 1999).
Gb. Eklamsia
Pre eklamsi dan eklamsi adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Pre eklamsi dan eklamsi hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita usia subur dengan umur ekstrem, yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan : kehamilan multifetal dan hidrop fetalis, penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus, penyakit ginjal. Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre eklampsia,tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk mencegah timbulnya penyakit itu.

Etiologi
Apa yang menjadi penyebab preeclampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain :
  • Peran Prostasiklin dan Tromboksan .
  • Peran faktor imunologis.
  • Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada pre-eklampsi/eklampsia.
  • Peran faktor genetik /familial
  • Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/ eklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.
  • Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
  • Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)
·         Adapun penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui, namun ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklampsia, yaitu :
  • Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
  • mola hidatidosa.
  • Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan.
  • Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
  • Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
·         Sebab eklampsia belum diketahui pasti, namun salah satu teori mengemukakan bahwa eklampsia disebabkan ishaemia rahim dan plasenta (Ischaemia Utera Placentoe).
Patofosiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
            Patofisiologi preeklamsia-eklamsia setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik, peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada preeklamsia, volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.
            Predisposisi genetik dapat merupakan fakktor imunologi lain( Chesley, 1984 ). Sibai menemukan adanya frekuensi preeklamsia dan eklamsia pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat eklampsia, yang menunjukkan suatu gen resesif autosom yang mengatur respons imun maternal.
 Manifestasi Klinis  
·         Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
·         Gangguan penglihatan a pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
·         Iritabel a ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya
·         Nyeri perut a nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
·         Gangguan pernafasan sampai cyanosis
·         Terjadi gangguan kesadaran
·         Pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah.
Klasifikasi
            Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
1.      Preeklampsia Ringan
Bila disertai keadaan sebagai berikut:
·         Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
·         Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu.
·         Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.

2.      Preeklampsia Berat
·         Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
·         Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
·         Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
·         Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
·         Terdapat edema paru dan sianosis.
Pre eklamsi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1.      Pre eklamsi ringan, bila disertai keadana sebagai berikut :
a.       Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam
b.      Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu.
c.       Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1+ atau 2+  pada uri kateter atau midstream.
2.      Pre eklamsi berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :
a.        Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b.        Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
c.        Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
d.       Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
e.        Terdapat edema paru dan sianosis.



Sedangkan eklamsia di bagi atas 3 macam yaitu:
1.      Eklampsia gravidarum (Eklampsia antepartum)
Tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kencing) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.
2.      Eklampsia parturientum (Eklampsia intrapartum)
Pengembangan kejang atau koma pada wanita hamil menderita tekanan darah tinggi. Intrapartum berarti bahwa itu terjadi selama pengiriman bayi. Eklampsia adalah kondisi serius yang memerlukan pengobatan medis yang mendesak. Eklampsia dapat dikaitkan dengan peningkatan moderat serta signifikan pada tekanan darah. Tekanan darah dapat kembali normal setelah melahirkan atau mungkin bertahan untuk jangka waktu tertentu.
3.      Eklampsia puerperale (Eklampsia post partum)
Pengembangan kejang atau koma pada wanita hamil menderita tekanan darah tinggi. Postpartum berarti bahwa segera setelah melahirkan. Eklampsia adalah kondisi serius yang memerlukan pengobatan medis yang mendesak. Eklampsia dapat dikaitkan dengan peningkatan moderat serta signifikan pada tekanan darah.

Faktor Resiko
Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah:
1.      Riwayat tekanan darah tinggi kronis sebelum kehamilan.
2.      Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
3.      Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
4.      Obesitas, DM, Molahidatidosa
5.      Mengandung lebih dari satu orang bayi.
6.      Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis.
7.      Primigravida, terutama primigravida muda, kehamilan ganda.



Komplikasi
Kompliksai yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi ini biasanya terjadi pada Preeklamsia dan Eklamsia.
·         Solutio plasenta. Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada Preeklamsia.
·         Hipofibrinogenemia,terjadi pada Preeklamsi berat.
·         Hemolisis. Penderita dengan Preeklamsi berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinis hemolisis yang dikenal ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah.
·         Perdarahan otak, kelainan mata (kehilangan penglihatan sementara)
·         Edem paru-paru, nekrosis hati, kelainan ginjal

Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
·         Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan    timbul proteinuria
·         Gejala subyektif : sakit kepala didaerah fromtal, nyeri epigastrium; gangguan visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.
·         Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang
·         Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan Laboratorium
a.       Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
·         Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
·         Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
·         Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
b.      Urinalisis
Ditemukan didalam urine.
c.       Pemeriksaan Fungsi hati
·         Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
·         LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
·         Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
·         Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml )
·         Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
·         Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
d.      Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
2.      Radiologi
a.  Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b.   Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
Penatalaksanaan
     1. Penatalaksanaan pre eklamsi
a.       Pencegahan
·         Pemeriksaan antenatal teratur dan bermutu serta teliti, mengenal tanda-tanda sedini mungkin (pre elkamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
·         Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre eklamsi kalau ada faktor-faktor peredisposisi.
b.      Penanganan
Tujuan  utama penanganan adalah
·         Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi
·         Hendaknya janin lahir hidup
·         Trauma pada janin seminimal mungkin
     Prinsip penanganan preeklampsia:
1.      Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
Tujuan pengobatan ini adalah untuk mengurangi resiko pada ibu seperti infark cerebri atau gagal jantung dan juga untuk mengurangi gangguan pada sirkulasi uteroplasenter.Penurunan tekanan darah yang terlalu rendah dapat mengganggu sirkulasi aliran darah pada janin.
2.      Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3.      Mengatasi atau menurunkan resiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
Penatalaksanaan Pre-eklamsi ringan
  1. Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk penanganan preeklampsia
  2. Tidak perlu segera diberikan obat anti hipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmHg
  3. Pemberian luminal 1 sampai 2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
  4. Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg / hari
  5. Bila tekanan darah tidak turun dianjurkan dirawat dan diberikan obat anti hipertensi: metildopa 3 x 125 mg/hari (maksimal 1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5 –10 mg / hari, atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg / hari atau pindolol  1-3 x 5 mg / hari 9 maks. 30 mg / hari
  6. Diet rendah garam dan diuretika tidak perlu
  7. Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa setiap 1 minggu
  8. Indikasi rawat jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien menunjukkan preeklampsia berat.
  9. Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai preeklampsia berat
  10. Jika ada perbaikan lanjutkan rawat jalan.
  11. Pengakhiran kehamilan ditunggu sampai usia kehamilan 40 minggu, kecuali ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia atau indikasi terminasi kehamilan lainnya.
  12. Persalinan dalam preeklampsia ringan dapat dilakukan spontan atau dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala II.

Penatalaksanaan Pre-eklamsi berat
Per-eklamsi berat kehamilan kurang 37 minggu:
1.      Janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru, dengan pemeriksaan shake dan rasio L/S maka penanganannya adalah sebagai berikut:
·         Berkan suntikan sulfat magnesium dosis 8gr IM, kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr Im setiap 4 jam( selama tidak ada kontra dindikasi)
·         Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesium dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklamsia ringan (kecuali jika ada kontraindikasi)
·         Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan: induksi partus atau cara tindakan lain, melihat keadaan.
2.      Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksan kasus sama seperti pada kehamilan di atas 37 minggu.

Pre-eklamsi berat kehamilan 37 minggu ke atas:
a.       Penderita di rawat inap
·         Istirahat mutlak dan di tempatkan dalam kamar isolasi
·         Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
·         Berikan suntikan sulfas magnesium 8 gr IM (4 gr bokong kanan dan 4 gr bokong kiri)
·         Suntikan dapat di ulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
·         Syarat pemberian Mg So4 adalah: reflek patela (+), diurese 100cc dalam 4 jam yang lalu, respirasi 16 permenit dan harus tersedia antidotumnya: kalsium lukonas 10% ampul 10cc.
·         Infus detroksa 5 % dan ringer laktat
b.      Obat antihipertensif: injeksi katapres 1 ampul IM dan selanjutnya diberikan tablet katapres  3x½ tablet sehari
c.       Diuretika tidak diberikan, kecuali terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongesif. Untuk itu dapat diberikan IV lasix 1 ampul.
d.      Segera setelah pemberian sulfas magnesium kedua, dilakukan induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
e.       Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum dan forsep, jadi wanita dilarang mengedan
f.       Jangan berikan methergin postpartum, kecuali terjadi pendarahan disebsbkan atonia uteri.
g.      Bila ada indikasi obstetik dilakukan sectio cesaria.

Penatalaksanaan eklamsi
Prinsip penataksanaan eklamsi sama dengan pre-eklamsi berat dengan tujuan menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Penderita eklamsia harus di rAwat inap di rumah sakit
Saat membawa ibu ke rumah sakit, berikan obat penenang untuk mencegah kejang-kejang       selama dalam perjalanan. Dalam hal ini dapat diberikan pethidin 100 mg atau luminal 200mg atau morfin 10mg. 
Tujuan perawatan di rumah sakit;
·         Menghentikan konvulsi
·         Mengurangi vaso spasmus
·         Meningkatkan diuresis
·         Mencegah infeksi
·         Memberikan pengobatan yang tepat dan cepat
·         Terminasi kehamilan dilakukan setelah 4 jam serangan kejang terakhir dengan tidak memperhitungkan tuannya kehamilan.
Sesampai di rumah sakit pertolongan pertama adalah:
·         Membersihkan dan melapangkan jalan pernapasan
·         Menghindari lidah tergigit
·         Pemberian oksigen
·         Pemasangan infus dekstrosa atau glukosa 10 %-20%-40%
·         Menjaga jangan terlalu trauma
·         Pemasangan kateter tetap(dauer kateter)
Observasi ketat penderita:
·         Dalam kamar isolasi: tenang, lampu redup- tidak terang, jauh dari kebisingan dan rangsangan.
·         Dibuat daftar catatan yang dicatat selama 30 menit: tensi, nadi, respirasi, suhu badan, reflek, dan dieresis diukur. Kalau dapat dilakukan funduskopi sekali sehari. Juga dicatat kesadaran dan jumlah kejang.
·         Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam.
·         Diperiksa kadar protein urine 24 jam kuantitatif
Penatalaksanaan pengobatan
Sulfas Magnesium injeksi MgSO4% dosis 4 gram IV perlahan-lahan selama 5-10menit, kemudian disusul dengan suntikan IM dosis 8 gram. Jika tidak ada kontraindikasi suntikan IM diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai 24jam setelah konvulsi berakhir atau setelah persalinan, bila tidak ada kontraindikasi(pernapasan,reflek, dan diuresis). Harus tersedia kalsium glukonas sebagai ntidotum. Kegunaan MgSO4 adalah:
·         Mengurangi kepekaan syaraf pusat untuk mencegah konvulsi
·         Menambah diuresis, kecuali bila ada anuria
·         Menurunkan pernafasan yang cepat
Pentotal sodium
·         Dosis inisal suntikan IV perlahan-lahan pentotal sodium 2,5% sebanyak 0,2-0,3gr.
·         Dengan infus secara tetes (drips)tiap 6 jam:
·         1 gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 10 %
·         ½ gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 10 %
·         ½ gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 5 %
·         ½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa 5 %(selama 24 jam) Kerja pentotal sodium; menghentikan kejang dengan segara. Obat ini hanya diberikan di rumah sakit karena cukup berbahay menghentikan pernapasa(apnea)
      Valium (diazepam)
      Dengan dosis 40 gr dalam 500cc glukosa 10% dengan tetesan 30 tetes permenit. Seterusnya berikan setiap 2 jam 10mg dalam infus atau suntikan IM, sampai tidak ada kejang. Obat ini cukup aman.
      Litik koktil
                 Ada 2 macam kombinasi obat:
·         Largatil (100mg)+ phenergen(50mg)+phetidin (100mg)
·         Phetidin (100mg)+Chorpromazin(50mg)+Promezatin(50mg)
Dilarutkan dalam glukosa 5% 500cc dan diberikan secara infuse tetes IV 4 jumlah tetesan disesuaikan dengan serangan kejang dan tensi penderita.
     Sfonograf
·         Pertama kali morfin 20mg SC
·         ½ jam stelah 1 MgSO415 % 40cc SC
·         2jam setelah 1 morfin 20 mg SC
·         5½ jam setelah 1 MgSO4 15% 20-40cc SC
·         11½ jam setelah 1 MgSO4 15% 10cc SC
·         19 jam setelah 1 MgSO4 15% 10cc SC Lama pengobatan 19 jam , cara ini sekarang sudah jarang dipakai.

Pemberian antibiotika
            Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari Penisilin prokain 1,2-2,4 juta satuan.

Penanganan Obstetrik
            Setelah pengobatan pendahuluan, dilakukan penilaian tentang status obsterikus penderita: keadaan janin, keadaan serviks dan sebagainya.
             Setelah kejang dapat diatasi, keadaan umum penderita , direncanakan untuk mengakhiri keh amilan atau mempercepat jalannya persalinan  dengan cara yang aman.
·         Kalau belum inpartu,maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas kejang dengan atau tanpa amniotomi.
·         Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forsep. Bila janin mati embriotomi
·         Bila serviks masih tertutup dan lancip(pada Primi), kepala janin masih tinggi, atu ada kesan disproporsi sefalopelvik atau ada indikasi obstetrik lainnya sebaiknya dilakukan sectio secaria(bila janin hidup). Anestesi yang dipakai lokal atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
i.        Bahaya yang masih tetap mengancam
·         Pendarahan post partum
·         Infeksi nifas
·         Trauma pertolongan obstetrik


















IUFD

              Kematian janin dalam kandungan adalah kematian janin ketika masing-masing berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan usia kehamilan 20 minggu atau lebih (Achadiat, 2004). (4)
              Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot (Monintja, 2005) Sedangkan menurut WHO, kematian janin adalah kematian janin pada waktu lahir dengan berat badan <1000 gram.
              Menurut Wiknjosastro (2005) dalam buku Ilmu Kebidanan, kematian janin dapat dibagi dalam 4 golongan yaitu :
1.      Golongan I : Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh.
2.      Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu.
3.      Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late foetal death)
4.      Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.(5)

ETIOLOGI

              Lebih dari 50% kasus,  etiologi kematian janin dalam kandungan tidak ditemukan  atau belum diketahui penyebabnya dengan pasti. Beberapa penyebab yang  bisa mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, antara lain.
     1.    Perdarahan : plasenta previa dan solusio plasenta.   
     2.    Preeklampsi dan eklampsia
     3.    Penyakit-penyakit kelainan darah.
     4.    Penyakit infeksi dan penyakit menular
     5.    Penyakit saluran kencing
     6.    Penyakit endokrin: diabetes melitus
     7.    Malnutrisi  (1)


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematian Janin Dalam Kandungan:
1.      Faktor Ibu 
a.       Umur
Bertambahnya usia ibu, maka terjadi juga perubahan perkembangan dari organ-organ tubuh terutama organ reproduksi dan perubahan emosi atau kejiwaan seorang ibu. Hal ini dapat mempengaruhi kehamilan yang tidak secara langsung  dapat mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Usia reproduksi yang baik untuk seorang ibu hamil adalah usia 20-30 tahun (Wiknjosastro, 2005).
Pada umur ibu yang masih muda organ-organ reproduksi dan emosi belum cukup matang, hal ini disebabkan adanya kemunduran organ reproduksi secara umum (Wiknjosastro, 2005).
b.      Paritas 
Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas yang aman terhadap ancaman mortalitas dan morbiditas baik pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil yang telah melahirkan lebih dari 5 kali atau grandemultipara, mempunyai risiko tinggi dalam kehamilan seperti hipertensi, plasenta previa, dan lain-lain yang akan dapat mengakibatkan kematian janin (Saifuddin, 2002).
c.       Pemeriksaan Antenatal
Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang mengancam jiwa, oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode antenatal.
·         Satu kali kunjungan selama trimester pertama (umur kehamilan 1-3 bulan)
·         Satu kali kunjungan selama  trimester kedua (umur kehamilan 4-6 bulan).
·         Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (umur kehamilan 7-9 bulan).
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan sedini mungkin  pada seorang wanita hamil penting sekali sehingga kelainan-kelainan yang mungkin terdapat pada ibu hamil dapat diobati dan ditangani dengan segera.
Pemeriksaan antenatal yang baik minimal 4 kali selama kehamilan dapat mencegah terjadinya kematian janin dalam kandungan berguna untuk mengetahui pertumbuhan dan  perkembangan dalam rahim, hal ini dapat dilihat melalui tinggi fungus uteri dan terdengar  atau tidaknya denyut jantung janin (Saifuddin, 2002).
d.      Penyulit / Penyakit

2.      Faktor Anemia
Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah membutuhkan zat besi dalam jumlah besar untuk pembuatan butir-butir darah pertumbuhannya, yaitu sebanyak berat zat besi. Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh zat besi dalam tubuh. Terjadinya anemia dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi dalam hati, limpa dan sumsum tulang.
Selama masih mempunyai cukup persediaan zat besi, Hb tidak akan  turun dan bila persediaan ini habis, Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan kelima  sampai bulan keenam kehamilan, pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi anemia, pengaruhnya terhadap hasil konsepsi salah satunya adalah kematian janin dalam kandungan (Mochtar, 2004).
Menurut Manuaba (2003), pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli, dapat digolongkan sebagai berikut :
a.       Normal  : 11 gr%
b.      Anemia ringan  : 9-10 gr%
c.       Anemia sedang  : 7-8 gr%
d.      Anemia berat  : <7 gr%.
3.      Faktor  Solusio plasenta 
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Solusio plasenta dapat  terjadi akibat turunnya darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruang intervirale maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini terjadi nekrotis, spasme hilang darah kembali mengalir ke dalam intervilli, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuh, mudah pecah terjadinya hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Sehingga aliran darah ke janin melalui plasenta tidak ada dan terjadilah kematian janin (Wiknjosastro, 2005).
4.      Faktor  Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit keturunan dengan ciri-ciri kekurangan atau tidak terbentuknya insulin, akibat kadar gula dalam darah yang tinggi dan mempengaruhi metabolisme tubuh secara menyeluruh dan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan  janin. Umumnya wanita penderita diabetes melarikan bayi yang besar (makrosomia). Makrosomia dapat terjadi karena glukosa dalam aliran darahnya, pancreas yang menghasilkan lebih banyak insulin untuk menanggulangi kadar gula yang tinggi. Glukosa berubah menjadi lemak dan bayi menjadi besar. Bayi besar atau makrosomia menimbulkan masalah sewaktu melahirkan dan kadang-kadang mati sebelum lahir (Stridje, 2000).
5.      Faktor Rhesus Iso-Imunisasi 
Jika orang berdarah rhesus negatif diberi darah rhesus positif, maka antigen rhesus akan membuat penerima darah membentuk antibodi antirhesus.  Jika transfusi darah rhesus positif yang kedua  diberikan, maka antibodi mencari dan menempel pada sel darah rhesus negatif dan memecahnya sehingga terjadi anemia ini disebut rhesus iso-imunisasi. Hal ini dapat terjadi begitu saja di awal kehamilan, tetapi perlahan- lahan  sesuai perkembangan kehamilan. Dalam aliran darah, antibodi antihresus bertemu dengan sel darah merah rhesus positif normal dan menyelimuti sehingga pecah melepaskan zat bernama bilirubin, yang menumpuk dalam darah, dan sebagian dieklaurkan ke kantong ketuban bersama urine bayi. Jika banyak sel darah merah yang hancur maka bayi menjadi anemia sampai akhirnya mati (Llewelyn, 2005).
6.      Faktor Infeksi dalam kehamilan
Kehamilan tidak mengubah daya tahan tubuh seorang ibu terhadap infeksi, namun keparahan setiap infeksi berhubungan dengan efeknya terhadap janin. Infeksi mempunyai efek langsung dan tidak langsung pada janin. Efek tidak langsung timbul karena mengurangi oksigen darah ke plasenta. Efek langsung tergantung pada kemampuan organisme penyebab menembus plasenta dan menginfeksi janin, sehingga dapat mengakibatkan kematian janin in utero (Llewellyn, 2001).
7.      Faktor Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini merupakan  penyebab terbesar persalinan prematur dan kematian janin dalam kandungan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu  jam belum dimulainya tanda persalinan. Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% semua persalinan. Pada umur kehamilan  kurang dari 34 mninggu, kejadiannya sekitar 4%. 
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam  rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan kematian janin dalam rahim (Manuaba, 2003).

8.      Faktor Letak lintang 
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan cukup bulan, tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan kematian janin. Bahu masuk ke dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua bagian ini makin lama makin tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik sehingga dapat mengakibatkan kematian janin (Wiknjosastro, 2005). (4)

9.      Faktor Pre-eklampsi dan eklampsi
Pada pre-eklampsi terjadi spasme  pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan  tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Maka aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin (Mochtar, 2004).


        2.    Faktor Janin
a.       Kelainan congenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati. Bayi dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. 
Dilihat dari bentuk morfologik, kelainan kongenital dapat berbentuk suatu deformitas atau bentuk malformitas. Suatu kelainan kongenital yang berbentuk deformitas secara anatomik mungkin susunannya masih sama tetapi bentuknya yang akan tidak normal. Kejadian ini umumnya erat hubungannya dengan faktor penyebab mekanik atau pada kejadian oligohidramnion. Sedangkan bentuk kelainan kongenital malformitas, susunan anatomik maupun bentuknya akan berubah.
Kelainan kongenital dapat dikenali melalui pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban, dan darah janin (Kadri, 2005).
b.      Infeksi intranatal
Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Kuman dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah dini mempunyai peranan penting dalam timbulnya plasentitis dan  amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh,  misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan pemeriksaan vaginal. Janin kena infeksi karena menginhalasi  likuor yang septik, sehingga terjadi pneumonia kongenital atau karena kuman-kuman yang memasuki peredaran darahnya dan menyebabkan septicemia. Infeksi intranatal dapat juga terjadi dengan jalan kontak langsung dengan kuman yang terdapat dalam vagina, misalnya blenorea dan oral thrush  (Monintja, 2006). 


c.       Kelainan Tali Pusat
Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas bergerak dalam cairan amnion, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan dengan baik. Pada umumnya tali pusat mempunyai panjang sekitar 55 cm.
Tali pusat yang terlalu panjang dapat menimbulkan lilitan pada leher, sehingga mengganggu aliran darah ke janin dan menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam kandungan. 

·         Kelainan insersi tali pusat
Insersi tali pusat pada umumnya parasentral atau sentral. Dalam keadaan tertentu terjadi  insersi tali pusat plasenta battledore dan insersi velamentosa. Bahaya insersi velamentosa bila terjadi vasa previa, yaitu pembuluh darahnya melintasi kanalis servikalis, sehingga saat ketuban pecah pembuluh darah yang berasal dari janin ikut pecah. Kematian janin akibat pecahnya vase previa mencapai 60%-70% terutama bila pembukaan masih kecil karena kesempatan seksio sesaria terbatas dengan waktu (Wiknjosastro, 2005).
·         Simpul tali pusat
Pernah ditemui kasus kematian janin dalam rahim akibat terjadi peluntiran pembuluh darah umblikalis, karena selei Whartonnya sangat tipis. Peluntiran pembuluh darah tersebut menghentikan aliran darah ke janin sehingga terjadi kematian janin dalam rahim. Gerakan janin yang begitu aktif  dapat menimbulkan simpul sejati sering juga dijumpai (Manuaba, 2002). 
·         Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang besar kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat pada leher sangat berbahaya, apalagi bila terjadi lilitan beberapa kali. Tali pusat yang panjang berbahaya karena dapat menyebabkan  tali pusat menumbung, atau tali pusat terkemuka. Dapat diperkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar panggul, makin erat lilitan tali pusat dan  makin terganggu aliran darah menuju dan dari janin sehingga dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan (Wiknjosastro, 2005). (5)




DIAGNOSIS

      1.    Anamnesis
a.    Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang.
b.    Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasa.
c.    Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan
merasa sakit-sakit seperti mau melahirkan. 
     2.    Inspeksi 
Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus.
     3.    Palpasi
a.    Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakan-gerakan janin.
b.    Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada
tulang kepala janin.
       4.    Auskultasi
Baik memakai stetoskop, monoral maupun dengan doptone tidak terdengar denyut jantung janin (DJJ)
       5.    Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan. (1)

KOMPLIKASI

1.    Trauma emosional yangg cukup berat terjadi bila waktu antara kematia janin & persalinan cukup lama
2.    Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah
3.    Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.
4.    Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipofibrinogenemia) akan lebih besar. Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak menghasilkan tromboplastin masuk kedalam peredaran darah ibu, pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit terjadilah pembekuan darah yang meluas menjadi Disseminated intravascular coagulation hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen  < 100 mg%). Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati. (2)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 
         1.    Ultrasonografi
Tidak ditemukan DJJ (Denyut Jantung Janin) maupun gerakan janin, seringkali tulang-tulang letaknya tidak teratur, khususnya tulang tengkorak sering dijumpai overlapping cairan ketuban berkurang.
a)  Rontgen foto abdomen
b)  Tanda Spalding
         Tanda Spalding menunjukkan adanya tulang tengkorak yang saling tumpang tindih  (overlapping) karena otak bayi yang sudah mencair, hal ini terjadi setelah bayi meninggal beberapa hari dalam kandungan.
c)  Tanda Nojosk
        Tanda ini menunjukkan tulang belakang janin yang saling melenting (hiperpleksi).
d)  Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.
e)  Tampak udema di sekitar tulang kepala(3)
2.    Pemeriksaan darah lengkap, jika  dimungkinkan kadar fibrinogen (Achadiat 2004). (5)


PENANGANAN KEMATIAN JANIN DALAM KANDUNGAN

1.    Terapi
a.    Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.
b.    Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
c.    Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan terminasi kehamilan.
         1)    Pengakhiran kehamilan  jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan.

a)    Persiapan:
(1)  Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
(2) Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin.

b)    Tindakan:
(1)  Kuretasi vakum
(2)  Kuretase tajam
(3)  Dilatasi dan kuretasi tajam



2)    Pengakhiran kehamilan  jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu 
a)    Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
b)    Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.
c)    Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.

3)    Pengakhiran kehamilan  jika lebih dari 20 – 28 minggu

a)    Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
b)    Pemasangan batang laminaria selama 12 jam.
c)    Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
d)    Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati.
e)    Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.

4)     Pengakhiran kehamilan  jika lebih dari 28 minggu kehamilan

a)    Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
b)    Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak efektif bila dilakukan pada KPD).
c)    Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2 labu.
d)    Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.

2.    Periksa Ulangan (Follow Up)

              Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan pemeriksaan nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI), dan penggunaan alat kontrasepsi.
SIMPULAN

Intra Uterin Fetal Death (IUFD), yakni kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau pada trimester kedua dan atau yang beratnya 500 gram. pendapat lain yang mengatakan kematian janin dalam kehamilan adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum proses persalinan berlangsung pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat janin 1000 gram ke atas. Adapun beberapa factor penyebab terjadinya IUFD adalah factor dari ibu yaitu : umur, paritas, dan penyakit penyerta selama kehamilan, sedangkan dari janin yaitu: kelainan congenital dan infeksi intranatal, serta dari plasenta. Penanganan kematian janin dalam kandungan terdapat 2 macam yaitu : penanganan aktif serta penanganan pasif. (3)
solusio plasenta. Pada gamelli dengan T+T (twin to twin transfusion) pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis (Sarwono, 2008). (1)






GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH
Gangguan pembekuan darah adalah gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi karena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap mengalir.


Gb. Gangguan pembekuan darah

Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan penjendalan darah memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama trauma.
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan. Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak hamil harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi setelah perdarahan post partum masif yang mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC.
DIC, yaitu gangguan mekanisme pembekuan darah yang umumnya disebabkan oleh hipo atau afibrinigenemia atau pembekuan intravascular merata (Disseminated Intravaskular Coagulation)
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam, serta pemanjangan waktu trombin (thrombin time).

Patofisiologi
Kelainan koagulasi generalisata ini dianggap sebagai akibat dari lepasnya substansi – substansi serupa tromboplastin yang berasal dari produk konsepsi ke dalam sirkulasi darah ibu atau akibat aktivasi factor XII oleh endotoksin. Setelah itu mulailah serangkaian reaksi berantai yang mengaktifkan mekanisme pembekuan darah, pembentukan dan pengendapan fibrin dan, sebagai konsekuensinya, aktivasi sistem fibrinolitik yang normalnya sebagai proteksi. Gangguan patofisiologi yang kompleks ini menjadi suatu lingkaran setan yang muncul sebagai diathesis perdarahan klinis dengan berubah – ubahnya hasil rangkaian tes pembekuan darah sehingga membingungkan.

Tanda dan gejala
1.      Perdarahan berlangsung terus
2.      Merembes dari tempat tusukan

Komplikasi
Komplikasi-komplikasi obstetric yang diketahui berhubungan dengan DIC (Koagulasi Intravaskuler Diseminata) :
1.      Sepesi oleh kuman gram negative, terutama yang mneyertai dengan abortus septic
2.      Syok berat
3.      Pemberian cairan hipertonik ke dalam uterus


            Klausal PPP karenan gangguan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tedensi mudah terjadi perdarahn setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan digusi, rongga hidung dan lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasilpemeriksaan faal hemostatis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibriogenemia dan terdeteksi adanya FDP ( fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protombin dan PTT ( PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME)

Pencegahan
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, slah satunya adalah perdarahan pascapersalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
1.      Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
2.      Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multiparitas, anak beras, hamil kembar, hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan
3.      Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lamaa
4.      Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
5.      Kehamilan resiko rtendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun
6.      Mengesuai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.
(Sarwono, 2008)

Pengobatan
Pasien perlu dirawat bila secara klinis ada gangguan pembekuaan darah atau dari serangkaian pemeriksaan laboratorium diperlihatkan adanaya kemunduran fungsi pemebekuan darah secara progresif.

Nilai normal
Kehamilan
DIC
Hitung trombosit
150.000-400.000/mm3
Sama
Lebih rendah
Waktu protombin yang cepat
75-125%
Memendek
Memanjang
Waktu protomboplastin parsial
30-45%
Memendek
Memanjang
Waktu thrombin
10-15 detik
Memendek
Memanjang
Pengukuran fibrinogen
(atau titer) 200-400 mg%
300-600 mg%
Menurun
Produk-produk pecahan fibrin
Negative
Dapat diukur
Pengukuran faktor V 75-125%
Sama
Menurun
Pengukuran faktor VII
50-200%
Mungkin meningkat
menurun

Tujuan utama pengobatan adalah menghilngkan sumber material serupa tromboplastin, tetapi evalusai produk konsepsi akan mendatangkan resiko perdarahan vaginal atau bedah. Dengan alasan inilah, proses pembekuaan normal harus dipulihkan lebih dahulu sebelum melakukan persalina operatif.
1.      Pemberian faktor-faktor pembekuan
2.      Menghambat proses patofisiologi dengan antikoagulasi heparin samapi faktor-faktor pembekuan pulih kembali
Cara pengobatan yang akan dipilih tergantung kepada ancaman jiwa pasien segera akibat perdarahan yang aktif pada saat diagnosis ditegakkan atau akibat persalinan yang akan segera terjadi.
1.      Bila dicurigai ada perdarahan aktif dari uterus dari persalinan operatif, harus diberikan pengobtan sebagai terjadi :
a.       Monitor tanda-tanda vital secara kontiyu termasuk pengukuran tekanan vena sentral dan mempertahankan produksi urin
b.      Berikan oksigen melalui masker
c.       Mengatasi syok dengan segera adalah penting, bila memungkinkan dengan darah lengkap segar.
d.      Pemberian faktor-faktor pembekuan : pengobatan denga plasma beku segar lebih disukai daripada dengan preparat depot fibrinogen (pooled fibrinogen) komersial karena dapat memperkecil resiko penularan hepatitis, pengantian volume tambahan, serta tersediannya aneka macam faktor-faktor pembekuaan. Setiap liter plasma beku segar dapat diharapkan mengandung 2-3 g fibrinogen.Karena kira-kira diperlukan 2-6 g fibrinogen, bila hal tidak dapat disediakan dengan perparat tersebut (baik karena tidak tersedia atau karena masalah-masalah hipervolema) dapat dipakai fibrinogen depot komersial. Masalah utama yang berkaitan dengan pengantian fibrinogen dengan menggunakan salah satu preparat tersebut di atas adlah waktu psruhnya yang singkat kalkau ada banyak trombhin dan timbunan fibrin intravaskuler lebih lanjut. Dengan alasan inilah, preparat-preparat tersebut hanya boleh digunakan untuk segera mengendalikan perdarahan sebelum persalina ndan pertama bila persalinan harus dilaksankan dengan  operasi seksio sesaria. Dengan demikian prosedur pengobatan seperti di atas serta melakukan pengosongan uterus, biasanya akan terjadi perbaikan spontan pembekuan darahnya, sehingga tidak diperhatikan terapi lebih lanjut.
2.      Bila tidak ada perdarahan uterus dan persalinannya dapat ditunda (yaitu, sindrom janin mati yang tertinggal dalam uterus tetapi jelas tidak ada soluiso plasenta), tindakan sebagai berikut dilakukan :
a.       Heparinisasi : 100 IU/kg setiap 4 jam, atau 600 IU/kg/24 jamdenga infuse kontiue. Pemberian heparin dihentikan setelash terjadi perbaikan faktor-faktor pembekuan kedalam batas normal, dan hanya dalam keadaan inilah persalina  boleh dilaksanakan. Terapi fibrinogen jarang dilakukan jika sekiranya diindikasikan pada pasien obstetric selalu karena DIC dan akan berhenti sendiri setelah pengobtan primer. Kita harus selalu ingat bahwa keberadaan fibrinolisis merupakan suatu respons protektifterhadap koagulasi intravaskuler. (Schward, 2000)

Penatalaksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya perdarahan post partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia. Ambil langkah spesifik untuk menangani penyebab yang mendasari dan kelainan hemostatik.
Penanganan DIC identik dengan pasien yang mengalami koagulopati dilusional. Restorasi dan penanganan volume sirkulasi dan penggantian produk darah bersifat sangat esensial. Perlu saran dari ahli hematologi pada kasus transfusi masif dan koagulopati.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat. Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000 – 10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi trombosit diindakasikan bila hitung trombosit 10.000 – 50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh trombosit hanya 3 – 4 hari.
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII, IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara empiris.
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen, dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis.


KETUBAN PECAH DINI

Ketuban Pecah Dini adalah rupturnya membrane ketuban sebelum persalinan berlangsung (Manuaba,2002). Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.


Gb. Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan setelah ditunggu satu jam belum memulainya tanda persalinan(ilmu kebidanan,penyakit kandungan, dan KB 2010)
Ketuban merupakan hal yang penting dalam kehamilan karena ketuban memiliki fungsi seperti:
a.                       Untuk proteksi janin.                                                 
b.                       Untuk mencegah perlengketan janin dengan amnion.
c.                       Agar janin dapat bergerak dengan bebas.
d.                      Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
e.                       Mungkin untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan atau diminum yang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin.
f.           Meratakan tekanan intra – uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah.
Oleh sebab itu perlu untuk mengetahui asuhan apa yang harus diberikan.



ETIOLOGI
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :
1.                  Inkompetensi serviks (leher rahim)
       Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar.
2.                  Peninggian tekanan intra uterin
       Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a.                   Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b.                  Gemelli
     Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.  (Saifudin. 2002)
c.                   Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. (Winkjosastro, 2006)
d.                  Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.
3.                  Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
4.                  Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalopelvic disproporsi).
5.                  Korioamnionitis
Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaran organisme vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
6.                  Penyakit Infeksi
Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yang meyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
7.                  Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik
8.                  Riwayat KPD sebelumya
9.                  Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
10.              Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
TANDA GAN GEJALA
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.  Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.


PENGARUH KPD

1.                  TerhadapJanin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis,vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal.
2.                  TerhadapIbu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis atau nifas, peritonitis dan septikemia, serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi lainnya.
KOMPLIKASI KPD
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi Infeksi Maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC, atau gagalnya persalinan normal.
1.                  Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban Pecah Dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi pada KPD meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
2.                  Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
3.                  Syndrom deformitas janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal.

PENANGANAN
1.                  Konservatif
·                     Rawat di rumah sakit
Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, curigai adanya kemungkinan solusioplasenta. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikanantibiotika sama halnya jika terjadi amnionitosis
Jika tidak ada infeksi dan kehamilan< 37 minggu:
·         Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin
·         Ampisilin 4x 500mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per oral 3x perhari selama 7 hari.
Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri dexametason, dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada infeksi maka berikan tokolitik ,dexametason, dan induksi setelah 24 jam
2.                  Aktif
Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin.  Bila gagal Seksio Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25 mikrogram – 50 mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :
a.                   Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktuapakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram.
b.                  Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c, dengan pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil pemeriksaanlaboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban 
Penatalaksanaan lanjutan :
a.                   Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului kondisi ibu yang menggigil.
b.                  Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksiuteri.
c.                   Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
d.                  Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan juga hal-hal berikut:
a.    Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
b.    Bau rabas atau cairan di sarung tanagn anda
c.    Warna rabas atau cairan di sarung tangan
e.                   Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh gambaranjelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi peningkatan suhu tubuhakibat dehidrasi















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternalplasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelumwaktunya yakni sebelum anak lahir. Di berbagai literatur disebutkan bahwa risiko mengalamisolusio plasenta meningkat dengan bertambahnya usia. Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yangmemberikan kontribusi terhadap kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Terdapatfaktor-faktor lain yang ikut memegang peranan penting yaitu kekurangan gizi, anemia,paritas tinggi, dan usia lanjut pada ibu hamil. Di negara yang sedang berkembang penyebabkematian yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, nifas atau penangannya(direct obstetric death) adalah perdarahan, infeksi, preeklamsi/eklamsi. Selain itu kematianmaternal juga dipengaruhi faktor-faktor reproduksi, pelayanan kesehatan, dan sosioekonomi.Salah satu faktor reproduksi ialah ibu hamil dan paritas
Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia placenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu kejanin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat.

Plasenta previa (prae =  di depan, vias = jalan) adalah plasenta yang terletak di depan jalan lahir, implantasinya rendah sekali sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding anterior atau dinding posterior fundus uteri.
Plasenta previa cukup sering dijumpai dan pada tiap perdarahan antepartum kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan. Plasenta previa lebih sering terjadi pada multigravida daripada primigravida dan juga pada usia lanjut.
Plasenta previa terbagi menjadi tiga tingkat:
·         Plasenta previa totalis: seluruh ostium uteri internum tertutup oleh plasenta
·         Plasenta previa lateralis: hanya sebagian ostium uteri internum tertutup oleh plasenta
·         Plasenta previa marginalis: hanya pinggir ostium uteri internum tertutup oleh plasenta

Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan jika lepas sebagian, terjadi pendarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya plasenta dengan segera
Perdarahan post partum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena. Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma.
Eklampsi merupakan salah satu dari tiga besar penyebab kematian ibu di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia. Di negara-negara berkembang, frekuensi PE-E dilaporkan berkisar antara 0,3%-0,7% sedangkan di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil yaitu 0,05% 0,1%.

IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan.terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu dimana janin sudah mencapai ukuran 500 gram atau lebih. Umumnya, kematian janin terjadi menjelang persalinan saat usia kehamilan sudah memasuki 8 bulan. Etiologinya: Perdarahan : plasenta previa dan solusio placenta, pre eklamsi dan eklamsi, penyakit-penyakit kelainan darah, penyakit-penyakit infeksi dan penyakit menular, penyakit-penyakit saluran kencing, penyakit endokrin, malnutrisi dan sebagainya.

Hemostasis dan koagulasi merupakan serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan pengendalian pendarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cedera.
Secara sederhana proses pembekuan darah yaitu Rangkaian reaksi yang sebenarnya sesungguhnya lebih rumit, karena disebabkan oleh banyaknya factor yang terlibat dalam proses pengaktipan protrombin menjadi thrombin, yaitu mekanisme intrinsic dan mekanisme ekstrinsik yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Menghentikan perdarahan.


a.
Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b.
Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c.
Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d.
Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.

Gangguan pembekuan darah yaitu  diantaranya Gangguan pada tingkat pembuluh darah . Pada penyakit pembuluh darah, termasuk aterosklerosis, trombosit cenderung mudah beragregasi . Ada beberapa jenis penyakit kelainan penggumpalan darah yang disebabkan oleh kelainan gen, yaitu hemophilia.
Kecelakaan seperti luka tertusuk benda runcing, tersayat pisau dan sebagainya, dengan jelas memperlihatkan keluarnya darah sehingga selalu ada reaksi untuk menghentikannya. Apabila tidak diatasi, ada kemungkinan akan menyebabkan kehilangan darah dan terjadinya infeksi. Dan hendaknya kita lebih berhati-hati agar tidak terjadi luka, meskipun terdapat di dalam tubuh setiap manusia suatu mekanisme pengendalian pendarahan atau hemostasis dan pembekuan darah atau koagulasi.

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Ketuban pecah dini merupakan suatu masalah yang harus mendapatkan penanganan yang sesuai dengan prosedur agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan.  Penanganan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun psikis. Edangkan pemeriksaan ultrasonografi (USG) dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit

Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentu jauh dari sempurna. Untuk itu,  kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi perbaikan di masa yang akan datang.




No comments:

Post a Comment