BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bidan merupakan suatu profesi yang mana dalam setiap asuhan dan tindakan
yang dilakukan memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Apabila seorang bidan
melakukan suatu kesalahan yang dilakukan, maka ia akan mendapatkan sanksi dan
hukuman yang telah ditetapkan oleh pemenkes.
Dalam melakukan tindakan–tindakan tersebut, selain melakukan sesuai dengan
standar bidan juga harus memperhatikan norma, etika profesi, kode etik profesi dan
hukum profesi dalam setiap tindakannya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas etika profesi
dalam kebidanan serta menambah wawasan
mengenai permenkes tentang registrasi dan praktek bidan.
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat
dari pembuatan makalah ini adalah memberikan informasi mengenai peraturan
mentri kesehatan tentang registrasi dan praktek bidan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pencatatan dan pelaporan
2.1.1 Kepmenkes
RI NO. 1464/Menkes/X2010
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010
tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan pada bab VI pasal 20 mengenai
pencatatan dan pelaporan. Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
a. Pasal 20
1)
Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2)
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kePuskesmas wilayah tempat praktik.
3)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
2.1.2 Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/2002
sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO.900/MENKES/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan pada bab
VI pasal 27 mengenai pencatatan dan pelaporan, yang mana bunyi pasal tersebul
ialah :
a.
Pasal 27
1)
Dalam
melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencacatan dan pelaporan sesuai dengan
pelayanan yang diberikan.
2)
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaporkan ke puskesmasdan tembusan keepala dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat
3)
Pencatatan dan peaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran IV keputusan ini.
2.2 Pembimbingan dan Pengawasan
2.2.1
Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010
Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek
bidan pada Bab V pasal 20 sampai pasal 24 mengenaipembimbingan dan pengawasan.
Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
a) Pasal 20
1) Pemerintah dan Pemerintah
Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dan mengikutsertakan organisasi profesi.
2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan,
keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
b) Pasal 21
1)
Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten / Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikut
sertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan
Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang
bersangkutan.
2)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
3)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan praktik bidan.
4) Dalam pelaksanaa ntugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan
di desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas supervise terhadap bidan di wilayah tersebut.
c)
Pasal 22
1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang berhenti bekerja
di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dengan tembusan kepada organisasi
profesi.
d) Pasal
23
1)
Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21, Menteri,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten / kota dapat
memberikan tindakan administrative kepada bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam
Peraturanini.
2)
Tindakan administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.
Teguran lisan;
b.
Teguran tertulis;
c.
pencabutan SIKB / SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun ; atau
d.
pencabutan SIKB / SIPB
selamanya.
e)
Pasal 24
1)
Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi pencabutan surat izin / STR kepada kepala dinas kesehatan privinsi / majelis tenaga kesehatan Indonesia (MTKI)
terhadapbidan yang melakukan praktik tanpa memiliki SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dan (2).
2)
Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran sementara / tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.
2.2.2
Kepmenkes RI
NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002
tentang registrasi dan praktek bidan pada Bab VIII pasal 31 sampai pasal 41
mengenai pembimbingan dan pengawasan. Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
a. Pasal 31
1)
Bidan
wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya ditetapkan oleh
organisasi profesi.
2)
Angka
kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari angka kegiatan
pendidikan dan kegiatan ilmiah dan pengabdian masyarakat.
3)
Jenis dan besarnya angka kredit dari
masing-masing unsur sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan oleh organisasi profesi.
4)
Organisasi profesi mempunyai kewajiban
membimbing dan mendorong para anggotanya
untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.
b.
Pasal
32
Pimpinan
sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan yang berhenti
melakukan praktik pada saran kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.
c.
Pasal
33
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi
profesi terkait melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap bidan yang melakukan praktik
diwilayahnya.
2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pemantauan yang hasilnya dibahas
secara periodik sekurang-kurangnya
1(satu) kali dalam 1(satu) tahun.
d.
Pasal
34
Selama
menjalankan praktik seorang Bidan wajib mentaati semua peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
e.
Pasal
35
1)
Bidan
dalam melakukan praktik dilarang :
a. Menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam izin praktik.
b. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
2)
Bagi
bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan
tugas didaerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) butir a.
f.
Pasal
36
1)
Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan peringatan lisan atau
tertulis kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap Keputusan ini.
2)
Peringatan
lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak
3(tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPB Bidan yang bersangkutan.
g.
Pasal
37
Sebelum
Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan
dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis Pembinaan dan
Pengawasan Etika Pelayanan
Medis (MP2EPM) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
h. Pasal
38
1) Keputusan
pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari terhitung sejak keputusan
ditetapkan.
2) Dalam
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama pencabutan SIPB.
3) Terhadap
pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan keberatan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi dalam waktu 14 (empat
belas) hari setelah Keputusan diterima, apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak diajukan
keberatan, maka keputusan tersebut dinyatakan
mempunyai kekuatan hukum tetap.
4) Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan ditingkat pertama dan terakhir semua keberatan mengenai pencabutan
SIPB.
5) Sebelum
prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempuh, Pengadilan Tata Usaha Negara
tidak berwenang mengadili sengketa
tersebut sesuai dengan maksud Pasal 48 Undang undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha
Negara.
i.
Pasal
39
Kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIPB kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan
tembusan kepada organisasi
profesi setempat.
j.
Pasal 40
1) Dalam
keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional Menteri Kesehatan dan/atau atas rekomendasi organisasi
profesi dapat mencabut untuk sementara
SIPB bidan yang melanggar ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku
2) Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan Keputusan ini.
k.
Pasal
41
1)
Dalam
rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
membentuk Tim/Panitia yang bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan praktik
bidan di wilayahnya.
2)
Tim/Panitia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, Ikatan
Bidan Indonesia dan profesi kesehatan terkait lainnya.
2.3 Ketentuan Pidana
Praktik Bidan
2.3.1
Kepmenkes RI
NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002
tentang registrasi dan praktek bidan pada Bab IX pasal 42 sampai pasal 44
mengenai ketentuan pidana, yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
a)
Pasal 42
Bidan yang dengan sengaja :
a.
melakukan praktik kebidanan tanpa
mendapat pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan/atau;
b.
melakukan praktik kebidanan tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
c.
melakukan
praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (1) ayat (2); dipidana
sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
b)
Pasal 43
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang
tidak melaporkan bidan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 dan/atau mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai izin praktik, dapat dikenakan sanksi
pidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
c)
Pasal 44
1.
Dengan tidak mengurangi sanksi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42, Bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang
diatur dalam Keputusan ini dapat dikenakan tindakan disiplin berupa
teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
2.
Pengambilan
tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2.4 Ketentuan Peralihan
2.4.1
Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010
Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin
dan penyelenggaraan praktek bidan pada Bab VI pasal 25 sampai pasal 28 mengenai
ketentuan peralihan tentang surat penugasan dan ijin praktek. Yang mana bunyi
pasal tersebul ialah :
a.
Pasal 25
1)
Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 900 / Menkes / SK/VII/2002 tentang Registrasi
dan Praktik Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini sampai
dengan masa berlakunya berakhir.
2)
Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya,
berdasarkan Peraturan ini.
b. Pasal
26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan / atau belum dapat melaksanakan tugasnya. maka, registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002
tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
c.
Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan
sebelum ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan
Peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan
ini ditetapkan.
d. Pasal
28
Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III)
Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini selambat-lambatnya 5
(lima) tahun sejak Peraturanini ditetapkan.
2.4.2 Kepmenkes RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002
tentang registrasi dan praktek bidan pada Bab XI pasal 45 mengenai ketentuan
perlihan, yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
a) Pasal 45
1) Bidan yang tidak mempunyai surat penugasan dan SIPB
berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan no 572/Menkes/Per/VI/1996 tentang
registrasi dan praktek bidan dianggap telah memiliki SIB dan SIPBberdasarkan ketentuan.
2)
SIB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun
dan apabila telah habis, maka masa berlakunya dapat di perbaharui sesuai
ketentuan keputusan ini.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Keputusan mentri kesehatan mengenai registrasi dan praktek bidan dapat di
golongkan atas beberapa bab, diantaranya tentang pencatatan dan pelaporan,
pembinaan dan pengawasan, ketentuan pidana, serta ketentuan peralihan tentang
surat penugasan dan ijin praktek semuanya telah tercantum dalam Permenkes
RI No.1464/ Menkes/X/2010 dan Permenkes
RI No.900/Menkes/SK/VII/2002
3.2
Saran
Semoga dengan adanya keputusan Menteri kesehatan Republik
Indonesia mengenai registrasi dan
praktek bidan ini menjadi pedoman terhadap para bidan dan calon bidan dalam menjalankan
praktik dan tindakan yang akan di lakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Puji
Wahyuningsih, Heni.2008.Etika Profesi
Kebidanan.Fitramaya.Jakarta
No comments:
Post a Comment